Lirik Lagu Sinopsis Film Gaya Hidup
Blackberry LG Mobile Nokia Samsung Sony Ericsson
Klasemen L.Italia Klasemen L.Inggris Jadwal Liga Italia Jadwal Liga Inggris
Resto Enak di Jakarta Resto Romantis di Jkt Hokben Delivery Bakmi GM Delivery PHD - Pizza Hut

Free $25

Minggu, 16 Januari 2011 | 08.51 | 0 Comments

tataran linguistik bagian fonologi


Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan

membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi terbentuk dari kata fon = bunyi

dan logi = ilmu.


Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi:


1. Fonetik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa

memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda

makna atau tidak.


2. Fonemik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan

memperhatikan fungsi bunyi tesebut sebagai pembeda.


4.1 FONETIK


adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan

apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.


Menurut terjadinya bunyi bahasa itu, fonetik dibedakan menjadi :


1. Fonetik Artikularis / Fonetik Organis / Fonetik Fisiologis

Mempelajari bagaimana alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan

bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.


2. Fonetik Akustik

Mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau feomena alam.


3. Fonetik Auditoris

Mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga

kita.


4.1.1 Alat Ucap


Nama-nama alat ucap yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa :


1. Paru-paru (lung)

2. Batang tenggorok (trachea)

3. Pangkal tenggorok (larynx)

4. Pita suara (vocal cord)

5. Krikoid (cricoid)

6. Tiroid (thyroid) atau lekum

7. Aritenoid (arythenoid)

8. Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)

9. Epiglotis (epiglottis)

10. Akar lidah (root of the tongue)

11. Pangkal lidah (back of the tongue, dorsum)

12. Tengah lidah (middle of the tongue, medium)

13. Daun lidah (blade of the tongue, laminum)

14. Ujung lidah (tip of the tongue, apex)

15. Anak tekak (uvula)

16. Langit-langit linak (soft palate, velum)

17. Langit-langit keras (hard palate, palatum)

18. Gusi, lengkung kaki gigi (alveolum)

19. Gigi atas (upper teeth, dentum)

20. Gigi bawah (lower teeth, dentum)

21. Bibir atas (upper lip, labium)

22. Bibir bawah (lower lip, labium)

23. Mulut (mouth)

24. Rongga mulut (oral cavity)

25. Rongga hidung (nasal cavity)


4.1.2 Proses Fonasi


Terjadinya bunyi bahasa dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paruparu

melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok, yang di dalamnya terdapat pita

suara yang harus berada dalam posisi terbuka,melalui rongga mulut atau rongga hidung,

udara diteruskan ke udara bebas.


4.1.3 Tulisan Fonetik


Tulisan fonetik dibuat berdasarkan huruf-huruf dari aksara Latin, yang ditambah

dengan sejumlah tanda diakritik dan sejumlah modifikasi terhadap huruf Latin itu.


4.1.4 Klasifikasi Bunyi


Bunyi bahasa dibedakan atas vocal dan konsonan. Beda terjadinya bunyi vocal dan

konsonan adalah arus udara dalm pembentukan bunyi vocal, setelah melewati pita suara,

tidak mendapat hambatan apa-apa, sedangkan pembentukan bunyi konsonan, arus udara

itu masih mendapat hambatan atau gangguan.


4.1.4.1 Klasifikasi Vokal


Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut, vocal-vokal itu diberi nama :

[i] adalah vokal depan tinggi tak bundar

[e] adalah vokal depan tengah tak bundar

[∂] adalah vokal pusat tengah tak bundar

[o] adalah vokal belakang tengah bundar

[a] adalah vokal pusat rendah tak bundar


4.1.4.2 Diftong Atau Vokal Rangkap


Karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan

bagian akhirnya tidak sama. Berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya,

Diftong dibedakan menjadi :


1. Diftong niak, karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi

yang kedua.

2. Diftong turun, karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi

kedua.


4.1.4.3 Klasifikasi Konsonan


Dibrdakan berdasarkan 3 patokan / criteria :


1. Berdasarkan posisi pita suara :

a. Bunyi bersuara, apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga

terjadi getaran pada pita suara.

b. Bunyi tidak bersuara, apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga

tidak ada getyaran pada pita suara.


2. Berdasarkan tempat artikulasinya :

a. Bilabial, konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah

merapat pada bibir atas.bunyi [b], [p], dan [m].

b. Labiodental, konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas,

gigi bawah merapat pada bibir atas, bunyi [f] dan [v].

c. Laminoalveolar, konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, daun

lidah menempel pada gusi, bunyi [t] dan [d].

d. Dorsovelar, konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan vlum langitlangit

lunak, bunyi [k] dan [g].


3. Berdasarkan cara artikulasinya :

a. Hambat (letupan, plosive, stop), bunyi [p], [b], [t], [d], dan [g].

b. Geseran atau frikatif, bunyi [f], [s], dan [z].

c. Paduan atau frikatif, bunyi [c] dan [j].

d. Sengauan atau nasal, bunyi [m], [n], dan [η].

e. Getaran atau trill, bunyi [r].

f. Sampingan atau lateral, bunyi [l].

g. Hampiran atau aproksiman, bunyi [w] dan [y].


4.1.5 Unsur Suprasegmental


Dalam suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselangseling

dengan jeda singkat atau agak singklat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi

rendah bunyi, panjang pendek bunyi, ada bunyi yang dapat disegmentasikan yang disebut

bunyi segmental.

4.1.5.1 Tekanan atau Stres


Menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.


4.1.5.2 Nada atau Pitch


Berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi.


4.1.5.3 Jeda atau Persendian


Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar.


1. Jeda antar kata, diberi tanda ( / )

2. Jeda antar frase, diberi tanda ( // )

3. Jeda antar kalimat, diberi tanda ( # )


4.1.6 Silabel


Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau

runtutan bunyi ujaran. Satu silabel meliputi satu vokal, atau satu vokal dan satu konsonan

atau lebih.


4.2 FONEMIK


adalah bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Objek

penelitian fonemik adalah fonem.


4.2.1 Identifikasi Fonem


Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonematau bukan, kita harus mencari

sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu

membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan bahasa pertama, kalau

kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, berarti bunyi tersebut adalah fonem.


4.2.2 Alofon


adalah dua buah bunyi dari sebuah fonem yang sama. Alofon-alofon dari sebuah

fonem memiliki kemiripan fonetis, banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya.

Distribusi alofon bisa bersifat komplementer dan bebas.


Distribusi komplementer / distribusi saling melengkapi adalah distribusi yang

tempatnya tidak bisa dipertukarkan dan bersifat tetap pada lingkungan tertentu.

Distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan

lingkungan bunyi tertentu.


Alofon adalah realisasi dari fonem, maka dapat dikatakan bahwa fonem bersifat

abstrak karena fonem hanyalah abstraksi dari alofon itu dan yang konkret atau nyata ada

dalam bahasa adalah alofon itu, sebab alofon itulah yang diucapkan.


4.2.3 Klasifikasi Fonem


Kriteria klasifikasi terhadap fonem sama dengan criteria yang dipakai untuk

klasifikasi bunyi (fon) dan panamaan fonem juga sama dengan penamaan bunyi.


4.2.4 Khazanah Fonem


adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Jumlah fonem yang

dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain.jumlah

fonem bahasa Indonesia ada 24 buah, terdiri dari 6 buah fonem vokal (a, i. u, e, ∂, dan o)

dan 18 fonem konsonan (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s, h, r, l, w, dan z).


4.2.5 Perubahan Fonem


Sebuah fonem dapat berbeda-beda tergantung pada lingkungannya atau pada

fonem-fonem lain yang berada disekitarnya. Perubahan yang terjadi pada fonem bersifat

fonetis, tidak mengubah fonem itu menjadi fonem lain.


Beberapa kasus perubahan finem antara lain :


4.2.5.1 Asimilasi dan Disimilasi


Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain

sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu sama

atau mempunyai cirri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya.

Dalam proses disimilasi, perubahan itu menyebabkan dua buah fonem yang sama

menjadi berbeda atau berlainan.


4.2.5.3 Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal


Umlaut = perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal iti diubah menjadi

vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal berikutnya yang tinggi.

Ablaut = perubahan vokal yang kita temikan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman

untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal.

Harmoni vokal atau keselarasan vokal terdapat dalam bahasa Turki yang

berlangsung dari kiri ke kanan atau dari silabel yang mendahului ke arah silabel

yang menyusul


4.2.5.4 Kontraksi


adalah hilangnya sebuah fonem atau lebih yang menjadi satu segmen dengan

pelafalannya sendiri-sendiri.


4.2.5.5 Metatesis dan Epentesis


Proses metatesis mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata.

Proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang homorgan dengan

lingkungannya, disisipkan ke dalam sebuah kata.


4.2.6 Fonem dan Grafem


1. Grafem e dipakai untuk melambangkan dua buah foe\nem yang berbeda,

yaitu fonem /e/ dan fonem /∂/.

2. Grafem p selain dipakai untuk melambangkan fonem /p/, juga dipakai untuk

melambangkan fonem /b/ untuk alofon /p/.

3. Grafem v digunakan juga untuk melambangkan fonem /f/ pada beberapa kata

tertentu.

4. Grafem t selain digunakan untuk melambangkan fonem /t/ digunakan juga

untuk melambangkan fonem /d/ untuk alofon /t/.

5. Grafem k selain digunakan untuk melambangkan fonem /k/ digunakan juga

untuk melambangkan fonem /g/ untuk alofon /k/ yang biasanya berada pada

posisi akhir.

6. Grafem n selain digunakan untuk melambangkan fonem /n/ digunakan juga

untuk melambangkan posisi /n/ pada posisi di muka konsonan /j/ dan /c/.

7. Gabungan grafem maih digunakan : ng untuk fonem /η/; ny untuk fonem /n/;

kh untuk fonem /x/; dan sy untuk fonem /∫/.

8. Bunyi glottal stop diperhitungkan senagai alofon dari fonem /k/; jadi,

dilambangjan dengan grafem k.


Read more

tataran linguistik bagian MORFOLOGI

BAB 5

TATARAN LINGUISTIK (2) :

MORFOLOGI


Satuan bunyi terkecil dari aru ujaran fonem diatas satuan fonem

yang fungsional silabel.Silabel hanyalah satuan ritmis yang ditandai

dengan adanya satuan sonoritas atau puncak kenyaringan.Diatas satuan

silabel itu secara kualitas ada satuan lain yang fungsional yang disebut

morfem.


5.1. morfem


Morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis,dan tidak

semua morfem mempunyai makna secara filosofis.


5.1.1 Identifikasi morfem


Bisa badir secara berulang-ulang dengan bentuk lain.Morfem

sebagai contoh ambil bentuk kedua,ternyata benyuk kedua dapat

banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut :

1. kedua

2. ketiga

3. kelima


Semua bentuk ke pada daftar di atas dapat disegmentasikan

sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang

sama,menyatukan tingkat atau derajat.Dengan demikian bentuk ke

pada daftar di atas, karena merupakan bentuk terkecil yang berulangulang

dan mempunyai makna yang sama,bisa disebut sebagai sebuah

morfem.Sekarang perhatian bentuk ke :

1. kepasar

2. kekampus

3. kemesjid


Bentuk ke pada daftar di atas dapat disegmentasikan sebaagai satuan

tersendiri,dan juga mempunyai arti yang sama menyatakan arah dan

tujuan.Makna bentuk ke pada kedua dan kepasar tidak sama,maka

kedua ke itu bukanlah morfem yang sama.Keduanya merupakan dua

buah morfem yang berbeda,meskipun bentuknya sama.Jadi kesamaan

arti dan kesamaan bentuk merupakan ciri atau identitas sebuah

morfem.


Sekarang perhatikan bentuk meninggalkan,lalu bandingkan dengan

bentuk-bentuk lain :

1. meninggalkan

2. ditinggal

3. tertinggal

4. peninggalan


Dari daftar tersebut ternyata ada bentuk yang sama,bagian yang sama

itu adalah bentuk tinggal atau ninggal.Maka bentuk tinggal adalah

sebuah morfem,karena bentuknya sama dan maknanya juga sama.

Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bujan,kita

memang harus mengetahui atau mengenal maknanya.Pehatikan contoh

berikut :

1. menelantarkan

2. telantar

3. lantaran


Meskipun bentuk lantar terdapat berulang-ulang pada daftar tersebut,

tetapi bentuk lantar itu bukanlah sebuah morfem karena tidak ada

maknanya.Lalu bentuk menelantarkan memang punya hubungan

dangan terlantar,tetapi tidak punya hubungan dengan lantaran.

Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang bersatus

sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara

kurung kurawal.


5.1.2 Morf dan Alomorf


Morfem adalah bentuk yang sama,yang terdapat berulang-ulang dalam

satuan bentuk yang lain. :

1. melihat

2. merasa

3. membawa

4. membantu


Kita lihat ada bentu-bentuk yang mirip atau hampir sama maknanya

juga sama.Bentuk-bentuk itu adalah me pada melihat dan merasa,

mem- pada membawa dan membantu.apakah me-, mem-, itu sebuah

morfem atau bukan,sebab meskipun maknanya sama tetapi bentukanya

tidak persis sama.Bentuk itu adalah sebuah morfem, sebab ,meskipun

bentuknya tidak persis sama,tetapi berbedaannya dapat dijelaskan

secara fonologis.Bentuk me- berdistrbusi,antara lain,pada bentuk dasar

yang fonem awalnya konsonan/1/dan/r/; bentuk mem- berdistribusi

pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/dan juga/p/;

Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu di

sebut alomorf. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan

konkret (di dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem

tentu mempunyai alomorf,bisa juga dikatakan morf adalah nama untuk

semua bentuk yang belum diketahui statusnya,alomorf adalah nama

untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.


Dalam tata bahasa tradisional nama yang digunakan adalah awalan me-

, dengan penjelasan,awalan me- ini akan mendapat sengau sesuai

dengan lingkungannya. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa

Indonesia dipilih almorf meng- sebagai nama morfem itu, dengan

alasan alomorf meng- paling banyak distribusinya,dalam studi

linguistik lebih umum disebut morfem meN-.


5.1.3 klasifikasi morfem


morfem-moerfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan

berdasarkan kebebasannya,keutuhannya,maknanya,dan sebagai.berikut

ini akan dibacakan secara singkat.


5.1.3.1 Morfem bebas dan morfem terikat


Morfem bebas adalah : morfem yang tanpa kehadiran morfem

lain dapat muncul dalam ertuturan. Misalnya,bentuk

pulang,makan,rumah,dan bagus. Morfem terikat adalah morfem yang

tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam

pertuturan.semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.

Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia

ada berapa hal yang perlu dikemukakan. Yaitu :


1) Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, danbaur juga

termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk

tersebut,meskipun bukan afiks,tidak dapat muncul

dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami

proses morfologi, seperti aflikasi, reduplikasi, dan

kompesisi. Bentubentuk lazim disebut bentuk prakate

gorial.


2) Bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tending juga

termasuk bentuk prakategorial, sehingga baru bisa

muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses

morfologi.


3) Bentuk-bentuk seperti renta, kerontang, bugar juga

termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa

muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk

tersebut disebut juga morfem unik.


4) Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi,

seperti ke, dari, dan, kalau, dan atau secara morfelogis

termasuk morfem bebas, tetapi secara sinteksis

merupakan bentuk trikat.


5) Yang disebut klitika mereupakan morfem yang agak

sukar ditentukan setatusnya. Klitika adalah bentukbentuk

singkat, biasanya hanya satu silabel, secara

vonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya

dalam pertuturan slalu melekat pada bentuk lain, tetapi

dapat dipisahkan. Umpamanya klitika, lah, ku. Menurut

posisinya klitika klitika biasanya dibedakan atas

proklitika dan enklitika. Proklitika adalah klitika yang

berposisi di muka kata yang diikuti : Ku dan kau,

kubawa dan kuambil. Enklitika klitika yang berposisi di

belakang kata yang dilekati , seperti –lah,-nya,-dan –ku

dialah duduk nya, dan nasibku.


5.1.3.2 Morfem Utuh dan Terbagi


Semua morfem dasar bebas yang dibicarakan termasuk morfem utuh,

seperti {meja}, {kursi}, {kecil], {laut}, dan {pensil}. Morfem terbagi

adalah sebuah morfem yang terbagi dari dua buah bagian yang

terpisah. Umpamanya kesatuan terdapat satu. Morfem ituh, yaitu satu

morfem terbagi, yakni (ke-/-an). Dalam bahasa Arab, dan juga bahasa

Ibrani, semua morfem akar untuk verba adalah morfem terbagi, yang

terdiri atas tiga buah konsunan yang dipisahkan oleh tiga buah vocal,

yang merupakan morfem terikat yang terbagi pula.

Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa

Indonesia , ada catatan yang perlu diperhatikan, yaitu;


Pertama, semua afiks yang disebut konfiks seperti (ke-/-

an),(ber-/-an),(per-/-an), dan (per-/-an) adalah termasuk morfem

terbagi.


Kedua , dalam bahasa Indonesia ada afiks yang disebut infiks

yakni afiks yang disisikan ditengah morfem dasar. Misalnya (-er-) pada

kata gerigi, infiks (-er-) pada kata pelatuk. Dengan demikian infiks

tersebut telah mengubah morfem utuh (gigi) menjadi morfem terbagi

(g-/-igi-) morfem utuh (patuk) menjadi morfem terbagi(p-/-atuk),dalam

bahasa Indonesia infiks ini tidak produktif, bisa dikenakan pada kata

benda apa saja.


5.1.3.3 Morfem Segmental dan Suprasegmental


Morfem segmental adalah morfem yang di bentuk oleh fonemfonem

segmental, seperti morfem(lihat), (lah), (sikat), dan (ber). Jadi

semua morfem yang berwujud bunyi adalh morfem segmental .

Sedangkan morfem suprasegmental, seperti tekanan,nada, durasi dan

sebagainya.Dalam bahasa Indonesia tampaknya tidak ada

suprasegmental ini. Morfem yang salah satu alomorfnya tidak

berwujud bunyi segmental maupun berupa prosudi (unsure

suprasegmental), melainkan berupa "kekosongan). Morfem bermakna

leksikal adalah morfem –morfem yang secara inheren memiliki makna

pada dirinya sendiri, tanpa perlu proses dulu dengan morfem lain,

misalnya dalam bahasa Indonesia ,morfem-morfem seperti (kuda),

(pergi), (lari) , dan (merah) . Oleh karena itu dengan sendirinya sudah

dapat di gunakan secara bebas dan mempunyai kedudukan yang

atonom didalam pertuturan.

Morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apaapa

pada dirinya sendiri. M orfem lain dalam suatu proses

morfologi.Yang biasa dimaksud denganmorfem tak bermakna leksikal

ini adalah morfemorfem afiks, seperti (ber-), (me-), dan (ter-).

5.1.4 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem, dan Akar

(Root)

orfem adalah dasar biasanya di gunakan sebagai dikotomi

dengan mporfem afikls. Jadi , bentuk-bentuk seperti(juang), (kucing)

dan (sikat) adalah morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk

morfem terikat, seperti(juang),(henti), dan (abai);tetapi ada juga yang

termasuk morfem bebas seperti (beli), (lari),dan (kucing), sedangkan

morfem afiks, seperti( ber-), dan (-kan ) jelas semuanya termasuk

morfem terikat.

Bentuk dasar atau dasr(base) saja biasanya di gunakan untuk

menyebut sebuah yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi.

Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga

berupa gabungan morfen. Istilah pangkal (stem) di gunakan untuk

menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan

afiks infleksi. Dalam bahasa Indonesia kata menangisi bentuk

pangkalnya adalah tangisi; dalam morfem me- adalah sebuah afiks

inflektif. Mengakhiri subbab ibi perlu di ketengahkan adanya tiga

macam morfem dasar bahasa Indonesia dilihat dari status atau

potensinya dalam proses gramatika yang dapat terjadi pada morfem

dasar itu. Pertyama adalah morfem dasar bebas, yakni morfem dasar

yang secara potensial dapat langsung menjadi kata, sehingga langsung

dapat di gunakan dalam ujaran.Kedua , morfem dasar yang

kebebasannya di persoalkan yang ternasuk ini adalah sejumlah morfem

berakar verba, yang dalam kalimat imperatif atau kalimat sisipan,

tidak perlu di beri imbuhan; dan dalam kalimat deklaratif imbuhannya

dapat ditanggalkan. Ketiga , morfem dasar terikat , yakni morfem dasar

yang tidak mempunyai potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih

dahulu mendapat proses morfologi.

5.2 KATA

tilah dan konsep morfem ini tidak dikenal oleh para tata

bahasawan tradisional yang ada dalam tata bahasa bahasa tradisional

sebagai satuan lingual yang selalu dibicarakan adalah satuan yang

disebut kata.

5.2.1 Hakikat Kata

Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian

terhadap kata bardasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka kata

adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian ; atau kata adalah

deretan huruf yang diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti.

Bahasa kata yang kita jumpai dalam berbagai buku linguistic

Eropa adalah bahwa kata merupakan bentuk yang, ke

dalammempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak berupa ,

dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat

.Batasan tersebut menyiratan dua hal . Pertama, bahwa setiap kata

mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat

berubah , sertai tidak dapat diseliputi atau diselang oleh fonem lain.

Kedua, setiap kata mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam

kalimat, atau tempatnya dapat di isi atau di gunakan oleh kata lain;

atau juga dapat di pisahkan dari kata lainnya.


5.2.2 Klasifikasi Kata

Klasifikasi kata ini dalam sejarah linguistik selalu menjadi

salah satu topic yang tidak pernah terlewatkan. Hal ini terjadi , karena

pertama setiap bahasa mempunyai cirinya masing-masing ;dan kedua

karena kreteria yang di gunakan untuk membuat klasifikasi kata itu

bisa bermacam-macam.

Para tata bahasawan tradisional menggunakan kreteria makna

dan kreteria fungsi kreteria makna di gunakan untuk

mengidenfikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa, sdedangkan

kreteria fungsi di gunakan untuk mengindenfikasikan preposi,

konjongsi, adverbial, pronomia, dan lain-lainnya .

Verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan ,

nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang di bendakan,

konjungsi adalah kata yang berfungsi atau berfungsi untuk

menghubungkan kata dengan kata,atau bagian kalimat yang satu

dengan bagian yang lain.

Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata

berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi

misalnya, nomona adalah kata yang dapat berditribusi di belakang

kata bukan ; atau dapat mengisi konstruksi bukan…… jadi adalah

kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak , atau dapat

mengisi konstruksi tidak …., ajektifa adalah kata yang dapat mengisi

konstruksi sangay….

Ada juga kelompok linguis yang menggunakan krieria fungsi

sintaksis sebagai patokan untuk menentukan kelas kata . Secara umum

fungsi subyek diisi oleh kelas nomina; fungsi predikat diisi oleh verba

atau ajektifa; fungsi objek oleh nomona; dan fungsi keterangan oleh

adverbial.

5.2.3 Pembetukan Kata

Untuk dapat di gunakan didalam kalimat pertuturan tertentu

maka setiap bentuk dasar, terutama bahasa fleksi dan aglutunasi, harus

di bentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatika, baik melaui

proses afiksasi, proses reduplikasi,maupun proses komposisi.

Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat , yaitu pertama

membentuk kata-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat

derivative.

5.2.3.1 Inflektif

Kata- kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, untuk dapat di

gunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan

kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalan bahasa itu. Alat yang

di gunakan untuk menyesuaikan bentuk itu biasanya berupa afiks, yang

mungkin internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasr

itu.

Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba di sebut

konyungsi , perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa di

sebut deklinasi. Konyugasi pada verba biasanya berkenaan dengan kala

(tense), aspek, modus , diatesis, persona, jumlah, jenis, dan kasus .

Bahasa Indonesia bukanlah bahasa berfleksi. Jadi, tidak ada

masalah konyugasi dan deklinasi dalam bahasa Indonesia. Membaca,

dibaca, terbaca, dan bacalah, bentuk-bentuk merupakan kata yang

sama, yang berate juaga mempunyai identitas leksikal yang sam.

Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan modus kalimatnya .

Dengan demikian prefiks me -,di-,ter-,ku-,dan kau- adalah

infleksional.

5.2.3.2 Derivatif

Pembentukan kata secara infletif, tidak membentuk kata baru,

atau lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya.

Hal ini berbeda dengan pembentukan kata secara derivative atau

derivasional. Pembentukan kata secara derivative membentuk kata

baru, kata yang identitas leksikalnyatidak sama dengan kata dasarnya.

Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna

sebab meskipun kelasnya sama tetapi maknanya tidak sama.

5.3 Proses Morfemis

Bertikut ini akan di bicarakan proses-proses morfolis yang

berkenan dengan afiksasi, reduplikasi, kompesisi, dan juga

sedikit tentang konversi dan modifikasi intem. Kiranya perlu

juga di bicarakan produktifitas proses-proses morfemis itu.

5.3.1 Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar

atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau

bentuk dasar,(2) afiks,dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan.

Bentuk-bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam

proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak

dapat disegmentasikan lagi. Dapat juga berupa bentuk kompleks, dapat

juga berupa frase.

Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat,

yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.

Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya. Dibedakan adanya dua

jenis afiks, yaitu afiks inflektif dan afiks derivative. Denagn afiks

inflektf adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata

inflektif atau para digma infleksional. Dalam bahasa Indonesia

dibedakan adanya prefiks me- yang inflektif dan prefiks me- yang

derivative. Sebagai afiks inflektif prefiks me- menandai bentuk kalimat

indikatif aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk

indikatif. Sebagai afiks derivative, prefiks me- membentuk kata baru,

yaitu kata identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.

Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya

dibedakan adanya prefiks,infliks, sufiks, konfiks, intrfiks, dan

transfiks.

Yang dimaksud dengan infiks adalah afiks yang diimbuhkan di

tengah bentuk dasar.

Yang dimaksud dengan sufiks adalah yang diimbuhkan pada

posisi akhir bentuk dasar.

Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian

pertama berposisi pada awal bentuk, dan bagian yang kedua berposisi

akhir bentuk dasar.

5.3.2 Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk

dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagaian (parsial) maupun

dengan perubahan bunyi.

Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatic (infleksional)

dan dapat pula bersifat derifasional. Reduplikasi yang paradigmatic

tidak mengubah identitas leksikal. Melainkan hanya memberi makna

gramatikal. Yang bersit derivasionl membentuk baru atau kuang

identitas leksikalnya berbeda deng bentuk dasarnya.

5.3.3 Komposisi

Komposisi adalah hasil dan proses penghubung morfem dasar

dengnmorfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat , sehingga

berbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang

berbeda , atau yang baru. Misalnya, lalu lintas daya juang, dan rumah

sakit. Sutan Takdir Alisjahban (1953), yang berpendapat bahwa kata

mejemuk adalah sebuah kata memiliki makna baru yang tidak

merupakan gabungan makna unsur-unsurnya. Verhar (1978)

menyatakan suatu komposisi di sebut kata majemuk kalau hubungan

kedua unsurnya tidak bersifat sintaktis.

5.3.4 Konversi, Modifikasi Internal,dan Suplesi

Konversi, sering juga di sebut derivasi zero.,transmutasi, dan

transpotasi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi

kata lain tanpa perubahan unsure segmental.

Modifikasi internal (sering di sebut juga penambahan

interrnalatau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata

dengan penambahan unsure-unsur ( yang biasanya berupa vocal)

kedalam morfem yang berkerangka tetap(yang biasanya berupa

konsunan).

Ada jenis modifikasi internal lain yang di sebut suplesi..Dalam

proses suplesi perubahannya sangan ekstrim cirri-ciri bentuk dasar

tidak atau hampir tidak tampak lagi.

5.3.5 Pemendekan

Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagia

leksimatau gabungan leksim sehingga menjadi sebuah bentuk singkat,

tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya . Hasil

proses pemendekan ini kita sebut kependekan. Misalnya, bentuk

lab(utuhnya Laboratorium).

Dalam berbagai kepustakaan, hasil proses pemendekan ini

biasanya di bedakan atas penggalan, singkatan, dan akronim .

Penggalan adalah kependekan berupa pengekatan satu atau dua suku

pertama dari bentuk yang di pendekan.


5.4 MORFOFONEMIK


Morfofonemik, di sebut juga morfonemik , morfofonologi,

atau morfonologi, tau peristiwa perubahannya wujud morfemis dalam

suatu proses morfologis, baik afiksasi,reduplikasi, maupun komposisi.

Perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapat

berwujud: (1) pemunculan fonem, (2) pelepasan fonem, (3) peluluhan

fonem, (4) perubahan fonem, dan (5) pergeseran fonem. Pemunculan

fonem dapat kita lihat dalam proses penghimbuhan prefiks medengan

bentuk dasar baca yang menjadi membaca; dimana terlihat

muncul konsonan sengau /m/. Pelesapan fonem dapat kita lihat dalam

proses penghimbuhan akhiran wan pada kata sejarah di mana /h/

padakata sejarah itu menjadi hilang, peluluhan fonem dapat kita lihat

dalam proses pengimbuhan dengan prefiks me- pada kata sikat di mana

fonem /s/ pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan

bunyi nasal /ny/dari prefiks tersebut.


Pergeseran perubahan fonem adalah pindahnya sebuah fonem

dari silabel yang satu ke silabel yang lain, biasanya ke silabel

berikutnya.

Read more

Indeks

Dalam matematika, indeks merupakan notasi yang menunjuk pada unsur tertentu dalam suatu susunan unsur-unsur. Secara umum indeks adalah petunjuk yang sistematik kepada satuan-satuan yang terkandung di dalam, atau konsep yang diturunkan dari koleksi entitas atau basis data. Disamping itu, dalam pengertian praktis indeks juga dapat didefinisikan sebagai daftar referensi secara alfabetis yang biasanya terdapat pada bagian akhir sebuah buku. Dalam ilmu perpustakaan indeks mempunyai arti yang luas, yang secara umum dapat diartikan sebagai catatan mengenai nilai-nilai dari berbagai atribut yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pencarian informasi. Apabila atribut yang dimaksud adalah subjek maka bentuk catatan tersebut adalah indeks subjek, dan apabila atribut yang dimaksud adalah pengarang maka bentuk catatan tersebut adalah indeks pengarang. Secara tradisional, sebagian besar upaya pengindeksan merupakan pengindeksan subjek.


Dalam Harrod's Librarian's Glossary and Reference Book istilah indeks (index term) didefinisikan sebagai bahasa yang digunakan dalam indeks subjek yang merupakan bagian dari sistem temu kembali informasi, terdiri dari susunan istilah yang alphabetis atau variasi dari istilah tersebut. Dalam sistem temu kembali informasi, dokumen dinyatakan dalam himpunan istilah indeks dengan hubungan semantik antar istilah. Sebagai representasi dokumen indeks diharapkan dapat menggambarkan informasi yang terkandung dalam dokumen sehingga dokumen yang diindeks dapat ditemukan melalui istilah indeks yang dipergunakan.



Fungsi Indeks


Indeks mempunyai 3 (tiga) tujuan utama yaitu:


  1. Memberikan kemudahan dalam menemukan dokumen berdasarkan subjek;
  2. Mengidentifikasi topik suatu dokumen sehingga dapat dihubungkan dengan dokumen lain;
  3. Memprediksi relevansi suatu dokumen dengan kebutuhan informasi tertentu.



Sifat indeks


Selain karakteristik representasi informasi seperti yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, menurut Rowley (1995) indeks mempunyai sifat sebagai berikut:


  1. Spesifisitas (specificity): indeks harus merupakan istilah spesifik yang berkaitan dengan subjek dokumen.
  2. Mendalam (exhaustivity): indeks yang diberikan pada suatu dokumen harus didasarkan pada analisis subjek yang mendalam.
  3. Terhindar dari kesalahan (error): indeks yang diberikan pada suatu dokumen harus terhindar dari kesalahan interpretasi dan intervensi manusia.




Jenis Indeks


Terdapat beberapa jenis indeks subjek. Salah satu jenis indeks yang paling mudah dalam proses pembuatannya adalah indeks KWIC (Keyword In Context). Indeks KWIC adalah indeks yang secara langsung diturunkan dari kata kunci (keyword) yang terdapat dalam judul dokumen dengan susunan seperti aslinya. Kata kunci adalah kata-kata yang digunakan dalam penulisan dokumen dan dianggap mempunyai arti penting.


Indeks KWIC dibuat dengan membuang semua kata yang tidak mempunyai arti (stop word) yang terdapat dalam judul dokumen. Kata-kata yang tertinggal adalah kata-kata kunci yang tersusun sesuai dengan susunan dalam judul aslinya. Format indek KWIC sangat terbatas, hanya satu baris dengan jumlah karakter tertentu. Judul yang panjang akan dipotong sesuai dengan jumlah karakter yang dapat ditampung dalam baris tersebut. Indeks yang yang ditampilkan dapat berupa bagian kata kunci pada bagian kiri, bagian tengah, atau bagian kanan dari susunan kata-kata kunci yang dihasilkan. Kelemahan indeks KWIC adalah kemungkinan besar indeks KWIC terlihat sangat aneh dan membingungkan bagi pengguna sehingga tidak banyak bermanfaat secara praktis.


Perkembangan dari indek KWIC adalah indek KWOC (Keyword Out of Context). Kata-kata kunci yang menyusun indeks KWOC sama dengan indeks KWIC, perbedaan hanya terletak pada susunan dan tampilannya. Setiap kata kunci yang diekstrak dari judul disusun sebagai tajuk dan di bawah masing-masing tajuk tersebut diberikan judul lengkap dan referensi sumbernya. Dalam hal ini tidak ada pembatasan ruang untuk setiap cantuman (entry). Kelemahan indeks KWOC adalah kemungkinan besar terdapat tajuk yang berupa kata-kata yang kurang berkualitas seperti kata sifat.


Disamping jenis-jenis indeks tersebut di atas, terdapat satu jenis indeks yang relatif lebih rumit dalam pembuatannya yaitu yang disebut sebagai deskriptor. Deskriptor yaitu istilah indeks yang berupa istilah-istilah standard atau biasa disebut sebagai kosa kata terkendali (controlled vocabulary). Dalam penentuan deskriptor, kata-kata kunci yang diekstrak dari dokumen ditranslasikan ke dalam istilah-istilah atau kosa kata standard yang terdapat dalam bahasa indeks alfabetis seperti tesaurus atau skema klasifikasi

Read more

Konsep Abstract

Dalam dunia perpustakaan, terutama perpustakaan khusus dan perpustakaan akademik, abstrak bukanlah sesuatu yang asing. Sejak masa awal kepustakawanan, bersama dengan pembuatan indeks (pengindeksan), pembuatan abstrak selalu menjadi salah satu kegiatan terpenting para pustakawan. Ketika perpustakaan memasuki era digital, memang ada beberapa perubahan mendasar dalam sikap dan cara pustakawan maupun pengguna jasanya memandang fungsi abstrak. Juga ada teknologi baru seperti automatic abstracting (pengabstrakan otomatis), automatic text summarization, maupun text mining. Namun, secara umum tetap dapat dikatakan, abstrak adalah upaya para pustakawan dan pengelola sistem informasi untuk memudahkan pemanfaatan koleksi atau dokumen oleh penggunanya, terutama dokumen tekstual. Dalam konteks penyimpanan dan penemuan-kembali, abstrak berfungsi sebagai wakil dokumen, merupakan ringkasan isi atau bagian terpenting yang dapat dipakai oleh orang untuk mengira-ngira apakah dokumen bersangkutan memang relevan untuk kepentingannya. Lancaster (1991) menyatakan bahwa sebuah abstrak adalah representasi yang ringkas tetapi akurat dari isi suatu dokumen. Ia membedakan abstract dari extract, karena sebuah extract adalah versi singkat (abbreviated version) dari sebuah dokumen yang dibuat dengan jalan mengambil kalimat-kalimat dari dokumen tersebut. Sedangkan abstract, walaupun memakai berbagai kalimat yang ada dalam dokumen, merupakan sepenggal teks yang diciptakan oleh si pembuat abstrak, bukan kutipan langsung dari penulisnya [1].

Sebagaimana dikatakan oleh Bernier (2003), setidaknya ada 7 manfaat terpenting kegiatan pembuatan abstrak, yaitu:

  1. Memudahkan pembaca (terutama peneliti dan akademisi) menentukan dokumen yang akan dibacanya, sebab perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan luas, melibatkan lebih dari 50 bahasa dunia. Pembuatan abstrak dalam bahasa yang dikenali pengguna akan sangat membantu proses penentuan apakah sebuah dokumen perlu diambil untuk dibaca atau tidak.
  2. Jumlah jurnal ilmiah dan akademik terlalu banyak untuk diperiksa satu persatu oleh para ilmuwan, sehingga sebuah kumpulan abstrak akan sangat membantu proses pemutakhiran pengetahuan. Ilmuwan tidak perlu membaca dulu satu per satu artikel di bidangnya, sebelum memutuskan untuk memilih artikel yang paling dia perlukan.
  3. Seringkali abstrak dapat menggantikan fungsi artikel aslinya, terutama kalau jenis abstrak itu adalah abstrak informatif (lihat penjelasan tentang jenis abstrak di bawah).
  4. Dengan membaca abstrak terlebih dahulu, para peneliti dan akademisi dapat menghemat banyak waktu sebelum membaca artikel aslinya. Tanpa abstrak yang berkualitas, seringkali artikel yang dipilih untuk dibaca belum tentu benar-benar relevan.
  5. Kumpulan abstrak seringkali lebih mudah dihimpun ke dalam satu bidang atau sub-bidang yang sejenis dan saling berkait, daripada kumpulan artikel di jurnal yang seringkali tidak selalu benar-benar berkaitan satu sama lainnya. Kumpulan abstrak, dengan demikian, sangat membantu peneliti dan akademisi memahami bidang pengetahuan dan batas-batasnya.
  6. Abstrak semakin "ampuh" jika disertai indeks dan klasifikasi yang semakin memudahkan pencari menelusuri belantara artikel ilmiah. Tanpa abstrak yang demikian, sangatlah tidak praktis jika seorang peneliti harus menelusuri setiap bidang pengetahuan secara satu per satu.
  7. Tanpa abstrak yang berkualitas, pemilihan artikel atau dokumen untuk diambil dan dibaca menjadi kurang akurat. Abstrak yang baik akan sangat meningkatkan akurasi pemilihan dokumen. Tanpa abstrak, seringkali peneliti atau akademisi hanya menebak-nebak isi dokumen sebelum mengambil dan membacanya. Secara umum ada 4 jenis abstrak, yaitu abstrak informatif, abstrak indikatif, abstrak kritis, abstrak yang memakai sisi pandang khusus (slanted). Di dunia perpustakaan dan dokumentasi, pembuatan abstrak dilakukan dengan memenuhi standar tertentu, misalnya di Amerika Serikat digunakan ANSI/NISO Z39.14 Guidelines for Abstracts.
    Di dalam standar itu dijelaskan bahwa abstrak informatif pada umumnya digunakan untuk tulisan yang mengandung penelitian ilmiah. Di dalam abstrak ini ada tujuan, metodologi, hasil, dan kesimpulan penelitian. Sedangkan abstrak indikatif biasanya adalah untuk tulisan yang tidak terstruktur rapi seperti tulisan ilmiah, misalnya dalam bentuk esei, opini, atau untuk dokumen yang panjang seperti buku, prosiding, atau direktori. Abstrak kritis dan abstrak bersisi-pandang-khusus, pada umumnya mengandung komentar evaluatif, baik tentang isi maupun gaya penulisan dan penyajian, dari si pembuat abstrak yang ahli di bidang tertentu.

Standar pembuatan abstrak itu juga menentukan bahwa panjang abstrak bergantung pada jenis dokumen yang diabstrak, jenis abstrak, dan tujuan penulisannya. Tentu saja, bahasa yang digunakan juga menentukan panjang-pendek abstrak. Dokumen berbahasa Inggris yang panjang (misalnya buku), pada umumnya memiliki abstrak dengan panjang maksimum 300 kata. Dalam bahasa Indonesia, mungkin sekitar 400 kata. Standar itu juga menetapkan bahwa abstrak di jurnal ilmiah harus muncul di bawah judul dan nama pengarang. Jika abstrak itu merupakan bagian dari bibliografi, maka abstrak ditampilkan setelah sitasi (kutipan). Ketika abstrak menjadi bagian dari pangkalan data yang dapat ditelusur, maka abstrak itu juga harus mengandung katakunci yang kemungkinan akan dipakai oleh para pencari informasi.

Ketika pertumbuhan informasi ilmiah semakin pesat, pembuatan abstrak menciptakan kepusingan tersendiri di dunia perpustakaan. Pembuatan secara hastawi (manual) selalu lebih lambat dari pertumbuhan karya ilmiah yang harus diabstrak, dan jumlah pengabstrak (abstractor) profesional juga tak selalu memadai. Sudah sejak tahun 70an Borko dan Bernier (1975) mengingatkan bahwa kualitas abstrak yang dibuat oleh penulisnya sendiri seringkali tidak menentu, walaupun sudah ditulis oleh orang yang paling mengerti tentang apa yang diabstraknya. Pembuatan abstrak yang baik membutuhkan latihan dan pengalaman yang cukup, yang seringkali tidak dimiliki oleh penulis-penulis. Akhirnya muncul semacam "industri" pembuatan abstrak yang digolongkan sebagai secondary services, mendampingi primary services, yaitu industri penerbitan jurnal dan laporan penelitian. Di Indonesia, industri seperti ini belum ada, selain karena industri utamanya juga belum tumbuh dengan baik, juga karena kegiatan pembuatan abstrak tampaknya belum menjadi kebutuhan.


Seorang pembuat abstrak seringkali adalah seorang spesialis subjek (subject specialist) yang mengandalkan pengetahuannya tentang suatu subjek, dan demikian ia diharapkan dapat membuat abstrak dengan cepat karena mengerti istilah-istilah yang dipakai seorang penulis di suatu bidang ilmu tertentu. Kualitas abstrak, yang dibuat oleh penulisnya sendiri maupun oleh orang lain, sangat menentukan kualitas komunikasi antara penulis dengan pembaca sebuah artikel ilmiah atau laporan penelitian. Kualitas komunikasi ini pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan keilmuan. Komunikasi informasi ilmiah, kita ketahui, melibatkan penggunaan jurnal-jurnal ilmiah yang menjadi forum bagi bertemunya ide-ide keilmuan. Jika jurnal-jurnal tidak ada, maka makalah-makalah asli, sebagai sebuah sumber utama (primary source) menjadi penting. Tetapi seringkali tidak ada cukup banyak waktu untuk membaca semua makalah-makalah yang ada, sehingga dalam hal ini sumber kedua (secondary source) akan berperan. Kumpulan abstrak sebagai sumber kedua, misalnya, dapat menjadi sebuah titik penting dalam rangkaian komunikasi informasi ilmiah. Kalau sumber kedua ini tidak ada, maka dapat dipastikan bahwa telah terjadi gangguan yang sangat serius dalam arus informasi ilmiah di suatu bidang.

Ketika komputer mulai digunakan dalam komunikasi ilmiah, maka segera muncul harapan untuk membuat solusi terhadap persoalan pengabstrakan[2]. Eksperimen-eksperimen pun dilakukan untuk membuat apa yang disebut peringkasan teks sercara otomatis (automatic text summarization) yang merupakan bagian dari kajian Pengolahan Bahasa Alamiah (Natural Language Processing, atau NLP). Kajian ini biasanya bersifat interdisipliner, menggabungkan Ilmu Linguistik, Komputer, Statistik, dan Kognitif. Para peneliti Automatic Text Summarization pada dasarnya berupaya menciptakan program dan sistem komputer yang dapat meringkas dokumen tekstual, dan dalam perkembangannya terbagi menjadi dua pendekatan.

Pendekatan pertama mengandalkan kesederhanaan dan bertujuan mengambil sari (extract) dokumen tekstual, untuk menghasilkan ringkasan dengan menghimpun istilah, frasa, dan kalimat yang terdapat di dalam dokumen bersangkutan. Untuk menentukan apa yang diambil dan dihimpun, digunakanlah rumus statistik guna menghitung kehadiran dan frekuensi kata atau kalimat. Melalui cara ini, secara cepat komputer dapat menghasilkan sebuah ringkasan yang jauh lebih pendek dari dokumen aslinya, namun isi ringkasan ini dianggap kurang mengandung pengetahuan (knowledge-poor), walau sangat cocok untuk sistem temu kembali yang mengandalkan pembobotan istilah (term-weighting).

Pendekatan kedua dianggap menghasilkan teks yang lebih "kaya" (knowledge-rich) dan dianggap sebagai pembuatan abstrak, bukan semata-mata sari (extract). Eksperimen dalam pendekatan kedua ini bertujuan menghasilkan sebuah teks baru setelah komputer melakukan analisis dan sintesis (dan juga mengambil sari) dari dokumen yang bersangkutan. Teks yang dihasilkan dengan cara ini diharapkan mengandung sari dokumen, namun juga diolah lebih lanjut oleh komputer agar menjadi sebuah tulisan baru yang dapat dipahami pembaca. Dengan kata lain, pendekatan kedua ini lebih menyerupai kegiatan mengabstrak, sementara pendekatan pertama lebih merupakan kegiatan membuat sari.

Pendekatan kedua ini mengandalkan apa yang disebut sebagai "pemahaman oleh mesin" (machine understanding) sebagai bagian dari kajian komputer dalam bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan linguistik. Program komputernya juga dirancang untuk menerima permintaan atau pencarian informasi (dikenal dengan istilah query) dari pemakai sistem. Permintaan ini kemudian dikaitkan dengan fasilitas di dalam sistem yang mengandung alat-alat bantu untuk menetapkan wilayah atau area pengetahuan yang dibutuhkan pemakai. Alat-alat tersebut antara lain adalah thesaurus, ontologi, atau daftar kosa-kata. Di sini terlihat persamaan antara sistem komputer dengan sistem perpustakaan tanpa komputer. Ketiga alat yang disebut dalam sistem komputer tersebut sebenarnya juga tersedia dalam bentuk buku panduan di perpustakaan sebelum masa digital. Jadi, pengabstrakan berbantuan komputer sebenarnya meniru proses yang sudah lama dilakukan oleh perpustakaan, tetapi kali ini dengan maksud memperingkas serta mempercepatnya, sekaligus membebaskan pustakawannya dari pekerjaan itu!

Kegiatan pengabstrakan berbantuan komputer ini dikenal juga dengan kegiatan menyarikan fakta (fact extraction) dan bukan menyarikan teks (text extraction). Dalam sebuah artikel yang ditulis Jones (1999), kedua pendekatan ini tegas-tegas dibedakan. Dikatakan oleh Jones bahwa kegiatan menyarikan teks adalah kegiatan komputer yang berdasarkan apa yang terbaca oleh komputer itu atau "what you see is what you get." Komputer tidak punya pengetahuan sebelumnya tentang teks yang terbaca, dan hanya mengandalkan jumlah atau frekuensi untuk menentukan apakah sebuah istilah atau kata merupakan bagian yang penting mewakili pemikiran sebuah dokumen. Ini dikenal juga dengan pendekatan "terbuka" (open approach) yang hanya menghasilkan sekumpulan kata, frasa, atau kalimat, seringkali tanpa struktur yang jelas, sebab komputer tidak memperhitungkan kemungkinan adanya sinonim atau keterkaitan antar makna.

Sebaliknya dengan itu adalah kegiatan komputer yang mampu menyarikan fakta dengan menggunakan pendekatan "tertutup" (closed approach). Maksudnya adalah, komputer membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan sebelumnya tentang suatu bidang, dalam bentuk berbagai fasilitas seperti yang sudah disebut di atas, sehingga hasil kerjanya adalah "What you see is what you know". Seringkali, pengetahuan yang dihimpun oleh komputer sebelum melakukan abstraksi secara otomatis, tidak secara eksplisit terdapat di dalam dokumen yang diabstraknya. Inilah yang kemudian juga membuat pengabstrakan berbantuan komputer jauh lebih rumit dari segi pemrograman, dibandingkan penyarian teks otomatis. Teknologi yang terkait dengan ontologi, pembuatan kosakata secara terkendali berbantuan komputer, thesaurus, dan berbagai teknologi kecerdasan buatan lainnya, amat menentukan nasib perkembangan pengabstrakan berbantuan komputer. Sampai saat ini, teknologi-teknologi tersebut masih dalam tahap perkembangan.

Sementara menunggu teknologi tersebut, pertumbuhan informasi digital tidak dapat dibendung. Itu sebabnya, sementara belum ada teknologi yang lebih canggih, orang masih ingin mengandalkan teknologi "sederhana" dalam bentuk penyarian teks. Keinginan orang untuk segera memiliki alat bantu penyarian teks ini juga semakin mendesak karena pertumbuhan situs Web yang luar biasa di Internet, dan pada dasarnya situs-situs tersebut terutama mengandung teks. Dari sinilah kemudian muncul istilah baru yaitu text mining (pendulangan teks) yang mendampingi istilah sebelumnya, yaitu data mining (pendulangan data). Secara sepintas, pendulangan teks ini sebenarnya adalah penyarian teks juga, seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi fokusnya adalah dengan memanfaatkan timbunan teks yang terdapat di Internet dalam bentuk situs Web.

Sementara itu, untuk mengetahui lebih lanjut tentang teknologi ini, dapat ditengok beberapa proyek peringkasan teks sercara otomatis sebagai bagian dari kerja besar dalam Natural Language Processing berikut ini: • SweSum - Automatic Text Summarizer yang diciptakan Martin Hassel and Hercules Dalianis dari Royal Institute of Technology Swedia, dapat dilihat di situs mereka ( http://swesum.nada.kth.se/index-eng.html) . Perangkat lunak ini juga dibuat untuk bahasa lain selain bahasa Swedia dan Inggris, seperti bahasa Denmark, Norwegia, Spanyol. Perancis, Italia, Parsi, dan Jerman. • Summ-it Summarisation Applet Version 1.1, sebuah program kecil (applet) yang dapat ditanam di browser , dibuat dengan bahasa pemrograman Java oleh System Quirk, bagian dari School of ECM di University of Surrey, Inggris, dapat dilihat di situs merek( http://www.computing.surrey.ac.uk/SystemQ ) • Megaputer text mining adalah salah satu produk komersial, dapat dilihat di situs mereka ( http://www.megaputer.com/ ) • Raksasa IBM punya program Automatic Text Summarization, tetapi baru dalam satu bahasa, yaitu Jepang. Kegiatan riset di bidang ini dapat dilihat di situs mereka ( http://www.research.ibm.com/trl/projects/langtran/abst_e.htm ) • KENiA® (Knowledge Extraction and Notification Architecture) buatan PERTINENCE MINING, sebuah perusahaan Perancis. Contoh produk mereka dapat dilihat di http://www.pertinence.net/index_en.html

[1] Sebenarnya ada berbagai istilah yang menunjukkan upaya pembuatan ringkasan atau wakil dokumen, seperti abridgment, annotation, aphorism, axiom, brief, code, command, compendium, conclusion, databook, epitome, excerpt, extract, maxim, percept, precis, resume, review, selection, summary, summation, synopsis, dan terse conclusion. Varian lain dari ini misalnya adalah excecutive summary, atau executive brief. Di dunia perpustakaan dan informasi, istilah abstrak lah yang digunakan. [2] Banyak tulisan menyatakan bahwa tokoh yang mengawali upaya eksperimen ini adalah Hans Peter Luhn (1896 – 1964) yang pada tahun 1955 melakukan kajian terhadap sistem temu-kembali di laboratorium IBM. Namun kajiannya lebih untuk keperluan pembuatan indeks. Kajian yang lebih serius tentang program peringkasan teks ini baru marak bersamaan dengan kajian tentang kecerdasan buatan (artificial intelligence) di tahun 1970an.

Diperoleh dari "http://perpuspedia.digilib.pnri.go.id/index.php/Abstract"

Kategori: Umum

Read more

wajib dibaca

  • Bersabarlah! - Tidak terjadi sesuatu pada kami kecuali apa yang dikehendaki Allah bagi kami. Sebagian orang akan menjadi cobaan bagi sebagian yang lain. Jadi apabila kamu...
    7 tahun yang lalu
 
Copyright prodi bahasa kelas a © 2010 - All right reserved - Using Blueceria Blogspot Theme
Best viewed with Mozilla, IE, Google Chrome and Opera.